Ceria saja mas Hendra
Baiklah, mas. Aku akan main cantik, untuk membuktikan segala sesuatunya, jika kamu memang benar, ada main di belakangku,’
[Sudah sampai, Beib? Miss you.]
Hati Amara seakan bergemuruh, saat mendapati chat mesra dari seseorang dengan inisial Andre, di aplikasi hijau milik mas Hendra.
‘Siapa sebenarnya Andre, gak mungkin juga suamiku jadi belok,’ gumam Amara. Ia berusaha menampik pikiran buruk yang bergelayut di benaknya.
Amara melirik sekilas pada suaminya yang masih saja terlelap, tanpa merubah posisi tidurnya.
‘Jangan sampai, kamu tega mengkhianati kepercayaan yang telah aku berikan selama ini, mas,’ gumam Amara dalam hati.
Amara pun memilih untuk meletakkan ponselnya, di laci sebuah nakas kecil yang ada di sebelahnya. Ia memilih untuk melanjutkan tidurnya kembali karena sebentar lagi, ia harus bangun untuk melakukan aktivitas hariannya.
“Pagi anak-anak!” sapa mas Hendra. Ia baru saja keluar dari kamar dan menuju ke meja makan.
Hari ini mas Hendra terlihat ceria, mungkin saja ia sedang kangen dengan ank-ank karena sudah beberapa hari ini, memang jarang bertemu mereka.
“Pagi juga ayah!” sahut Rafa yang selalu antusias dengan kehadiran orang-orang yang disayanginya.
Mas Hendra lalu menciumi pucuk kepala anknya satu persatu, tapi saat giliran Erika, sepertinya ia terlihat sedikit enggan. Amara bisa melihat rasa tak suka pada tatapan mata putrinya itu.
“Kamu kenapa, sayang?” mas Hendra menatap heran pada putrinya. Biasanya Erika akan bersikap manja, padanya. Namun pagi ini, putri semata wayangnya itu, sepertinya bersikap acuh.
“Nggak papa kok, Yah,“ sahut Erika. Lalu, ia pun memilih berdiam diri dan mengalihkan pandangannya kembali, pada nasi goreng di depannya yang belum disentuhnya.
“Ayo, makan!” ajak Amara. Melihat suasana yang jadi sedikit kaku karena sikap Erika pada mas Hendra, membuat Amara gegas mengalihkan perhatian mereka. Amara mengambil piring kosong dan mengisinya dengan nasi goreng komplit dengan lauknya. Lalu, memberikannya untuk mas Hendra.
Mas Hendra mencoba mencairkan suasana, dengan mengajak anak-anaknya untuk saling bertukar cerita. Hanya Rafa dan Kenzi yang terdengar berceloteh riang tentang apa saja. Berbeda halnya dengan Erika dan bundanya, mereka seolah kompak, hanya mendengarkan saja, tanpa berniat menimpali percakapan di meja makan, pagi itu.
“Ayo anak-anak, cepat dihabiskan makannya. Jangan sampai, kalian telat berangkat ke sekolah,” ujar Amara mengingatkan.
“Iya, betul kata bunda,” ujar mas Hendra. Ia melirik pada istrinya sejenak. Entah kenapa, ia merasa ada yang berbeda dengan Amara, pagi itu. Tadi juga Amara tumben tak membangunkannya, malah langsung sibuk di dapur dan mengurus ketiga anak-anak mereka saja.
‘Apa jangan-jangan Amara lagi PMS ya,’ gumam Hendra, dalam hati. Ia pun tersenyum masam, sambil menggaruk bagian kepalanya yang sebenarnya tak gatal itu.
“Hari ini, ayah yang akan antar jemput kalian. Biar bunda bisa istirahat,” ujar mas Hendra.
“Ayah libur, hari ini? Berarti, nanti sore Rafa bisa jalan-jalan naik motor sama ayah, dong!” seru Rafa, dengan riangnya.
“Tentu saja!” balas mas Hendra.
“Yeay!” pekik Rafa.
“Bun, kamu lagi PMS, ya?” tanya mas Hendra saat ketiga anak mereka sudah masuk ke dalam mobil. Amara tak menjawab, ia hanya tersenyum dan merasa berterima kasih pada mas Hendra karena diberi ide untuk bisa menghindar sementara agar tak dekat-dekat dulu dengannya.
“Yah, gagal maning, deh!” ujar mas Hendra, menirukan ucapan yang sering didengarnya dari sebuah tayangan di televisi. Ia menggaruk kepalannya, sambil nyengir kuda. Membuat Amara tak kuasa menahan tawanya.
“Sudah sana, anter ank-ank dulu. Kasihan, nanti mereka terlambat, loh.” Amara pura-pura mendorong tubuh mas Hendra dengan perlahan.
Setelah mas Hendra dan ketiga anaknya pergi, Amara pun masuk ke dalam rumah. Ia memilih untuk membereskan meja makan terlebih dulu. Setelah itu, ia memasukkan semua pakaian kotor yang telah diperiksa kantongnya satu persatu, ke dalam mesin cuci.
Sambil menunggu pakaian yang sedang digiling di mesin cuci, Amara masuk ke dalam ka marnya untuk mengambil ponselnya.
Amara lalu duduk di ruang tengah, sambil menunggu mas Hendra pulang.
Saat membuka ponselnya, Amara melihat chat paling atas di aplikasi hijau milik suaminya yang telah dis**** olehnya.
Terlihat oleh Amara, saat ini mas Hendra tengah online.
[Yang, aku harap, kamu nggak chat saat aku lagi ada di rumah.]
Amara membelalak, membaca pesan mas Hendra, beberapa menit yang lalu.\
"Alhamdulillah, berarti suamiku nggak belok. Eh tapi, mas Hendra panggil ‘Yang’ itu untuk siapa, masa untuk Andre, sih,” gumam Amara yang terlihat bingung.
[Ya deh, nggak lagi-lagi untuk lain kali. Habisnya aku kangen berat sama kamu, Beib. Lagian aku juga cemburu, kamu tidur bareng sama istri kamu itu, Beib.] balasan pesan dari kontak bernama Andre, masuk lagi ke aplikasi hijau milik mas Hendra.
[Baru juga semalam, aku sambangin, masa dah kangen lagi, sih.] send.
Emoticon love sekebon, mas Hendra sematkan dalam pesan balasannya yang dikirim untuk kontak dengan inisial Andre tersebut.
[Habisnya, kamu ngangenin sih, Beib.] emoticon love dan juga tertawa disematkan pula dalam chat balasan yang ditujukan untuk mas Hendra.
Membaca chat suaminya dengan kontak yang diberi nama Andre, membuat Amara mual. Ia pun memutar kedua bola mata malas dan meletakkan ponsel di pangkuannya.
Setelah beberapa saat, Amara kembali meraih ponselnya dan mendapati kalau saat itu, mas Hendra sudah offline, begitu juga dengan kontak yang bernama Andre.
‘Baiklah, akan aku ikuti permainanmu, mas,’ tekad Amara, dalam hati. Ia meremas jemarinya, memikirkan tindakan apa lagi yang akan dilkukannya, jika benar suaminya terbukti ada main di belakangnya.
Deru mobil milik mas Hendra yang Amara hapal betul, mulaimemasuki halaman rumah mereka.
Tak mau suaminya curiga, Amara pun memasukkan ponsel ke dalam saku dasternya. Ia lalu melangkah keluar menyambut kedatangan suaminya.
“Kita mau jalan-jalan ke mana, sayang?” tanya mas Hendra. Melihat Amara yang menghampirinya, tangannya jadi usil, menjawil hidung mancung milik Amara.
“Ehm, ke mana ya? Ke mall aja, deh. Sekalian belanja bulanan. Semuanya udah pada abis.” Amara pun tersenyum dan menatap lekat manik mata elang milik mas Hendra yang dulu begitu ia sukai. Entah, sekarang ini.
“Boleh. Ya sudah, siap-siap sana, kita ke mall sekalian jemput Rafa aja.” Mas Hendra pun berlalu dan masuk ke dalam ka mar.
Amara bergegas untuk menyelesaikan aktivitasnya mencuci pakain, lalu menjemurnya. Setelah selesai, ia pun masuk ke dalam ka mar, hendak mengganti baju dinas rumahan dengan pakaian yang lebih layak dipakai untuk keluar rumah.
*
“Loh, Mas Hendra mau ke mana? Katanya tadi, mau ngajakin jalan.” Amara terpaku, saat melihat suaminya mengganti kaos dan celana cargonya dengan pants dan kemeja, seperti akan berangkat kerja saja.
“Maaf, tiba-tiba ada tugas keluar kota, siang nanti. Jaga diri baik-baik ya, titip ank-ank. Nanti Mas bawain oleh-oleh.” Mas Hendra, menyambar kunci mobilnya. Lalu seperti biasa, ia mengulurkan tangannya pada Amara.
0 Response to "Ceria saja mas Hendra"
Posting Komentar